Senin, 20 Oktober 2014

Memutus Mata Rantai Kenakalan Remaja
Belakangan ini kasus kenakalan dan kriminalitas remaja semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Kenakalan remaja saat ini bukan lagi sekedar bentuk penyimpangan perilaku  namun sudah berujung pada tindak kekerasan dan kriminalitas yang membahayakan nyawa orang lain. Salah satu “kenakalan” remaja yang cukup trend saat ini adalah geng motor. Kebrutalan geng motor telah membuat tidak sedikit warga yang menjadi korban. Kasus tawuran antarpelajar juga kian mengkhawatirkan, data KPAI menunjukkan pada tahun 2012, sebanyak 17 orang meninggal dunia, 87 orang mengalami luka berat dan ringan akibat terlibat tawuran di Jabodetabek. Berdasarkan data anak  yang tersebar di 16 Lapas di Indonesia, 4.622  anak saat ini mendekam di penjara.
Menurut para ahli, kenakalan dan kriminalitas remaja ini disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal antara lain kontrol diri yang lemah dan krisis identitas. Kontrol diri yang lemah terjadi karena lemahnya keimanan dan pudarnya nilai-nilai agama dalam kehidupan remaja. Agama tidak lagi dijadikan pedoman dalam bertingkah laku, standar perbuatan hanya sebatas aspek manfaat sesaat tanpa memikirkan konsekuensi di dunia apalagi di akhirat.
Sedangkan krisis identitas muncul karena remaja tidak dapat memahami jatidirinya, orientasi hidupnya dan tidak punya pandangan hidup yang jelas. Sehingga kepribadian remaja menjadi kacau bahkan rusak. Dua faktor internal tersebut tidak terlepas dari bentukan faktor eksternal. Faktor kemiskinan yang melanda sebagian besar keluarga Indonesia menyebabkan perhatian dan waktu orang tua lebih banyak terkuras mencari nafkah. Di sisi lain, orang tua tidak mendapatkan pendidikan yang memadai termasuk pendidikan agama, dan pengetahuan tentang anak dan mendidik anak. Anak juga tidak bisa mendapat akses pendidikan dan terpaksa putus sekolah. Kemudian anak menjadi pekerja informal bahkan anak jalanan yang rawan dengan kenakalan dan kriminalitas.
Sistem pendidikan hari ini juga belum mampu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berkembangnya potensi diri secara optimal seperti yang ditetapkan pemerintah sebagai tujuan nasional pendidikan.  Pendidikan yang ada lebih hanya sekedar transfer pengetahuan dan berorientasi pada pendidikan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja. Semua faktor itu pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh negara dan sistem yang diterapkan oleh negara. Kemiskinan yang ada di tengah masyarakat, lebih merupakan kemiskinan struktural akibat dari penerapan sistem. Kekayaan tidak terdistribusi secara adil dan merata. Pendidikan semakin mahal dan tak terjangkau bagi rakyat miskin.

Penyelesaian masalah kenakalan dan kriminalitas remaja yang semakin kompleks ini hanya bisa diatasi dengan memperbaiki sistem hidup yang mempengaruhi pemahaman dan perilaku remaja secara terpadu dari segala aspek.  Untuk itu dibutuhkan peran aktif dari semua pihak; keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Keseluruhannya bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian remaja, kepribadian yang dibangun di atas iman dan takwa.  Semuanya harus bersinergis untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan remaja.
Keluarga sebagai institusi pertama dan utama mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembentukan kepribadian anak. Di sanalah dasar-dasar keimanan dan perilaku ditanamkan. Orangtua wajib mendidik anak-anaknya agar berperilaku yang benar sesuai dengan ajaran agama. Anak diajarkan untuk bersikap sopan-santun dan kasih sayang terhadap orang lain. Mereka dipahamkan untuk menjadikan agama sebagai pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan bukan hanya dalam hal ibadah. Sehingga terbentuk pribadi anak yang beriman dan bertakwa.
Masyarakat sebagai social control mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja. Masyarakat terdiri dari sekumpulan orang yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang sama, serta interaksi mereka diatur dengan aturan yang sama, ketika masing-masing menyadari betapa pentingnya membentuk suasana kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda, maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara yang akan membawa pengaruh positif dan mencegah perkara yang membawa pengaruh negatif. Masyarakat harus peka dan peduli dengan lingkungan sekitarnya, seperti mengarahkan remaja untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat daripada sekadar kumpul-kumpul atau ‘nongkrong’.
Peran paling penting dan strategis dalam membentuk kepribadian remaja ada pada negara melalui pemberlakuan sistem pendidikan. Paradigma pendidikan  harus dikembalikan pada asas keimanan dan ketakwaan yang akan menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan proses belajar-mengajar, termasuk kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus. Paradigma pendidikan tersebut harus berlangsung secara berkesinam-bungan mulai dari  TK hingga Perguruan Tinggi. Selain itu,  konsep pembelajaran bagi remaja harus membentuk pola pikir dan pola sikap mereka ke arah positif. Tidak sekadar penyuluhan atau sosialisasi yang sifatnya temporal, tetapi pembentukan pemahaman positif pada diri remaja yang terus-menerus. Dengan begitu mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk menjauhi perilaku yang mengantarkan mereka pada kenakalan/kriminalitas.
Kurikulum pendidikan yang diterapkan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar atau menguasai sains dan teknologi, tetapi juga membentuk kepribadiannya. Negara wajib memiliki visi pendidikan yang fokus pada pembentukan generasi berkualitas dan menyediakan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyatnya. Kebijakan pendidikan bebas biaya akan membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi setiap individu rakyat untuk mengenyam pendidikan sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Tenaga-tenaga pendidik harus memiliki kepribadian yang luhur, punya semangat pengabdian yang tinggi dan mengerti filosofi pendidikan generasi serta menjadi teladan bagi anak didiknya. Perilaku dan kepribadian seorang pendidik berpengaruh besar terhadap pola pendidikan generasi. Seorang guru tidak hanya mentransfer ilmu pada muridnya, tetapi juga seorang pendidik dan pembina generasi. Selain itu, negara juga harus mengontrol dan menindak tegas hal-hal yang bisa merusak generasi, terutama media yang memberi pengaruh buruk dalam pendidikan dan pembinaan generasi.
Namun, semua solusi di atas akan sulit diterapkan dalam tatanan sistem sekarang, hanya tatanan sistem terbaik dari Sang Mahapencipta, Allah Swt, yang mampu menghapus potret buram remaja dan mencetak generasi cemerlang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar