Kamis, 10 April 2014

Cukuplah Allah sebagai penolongmu :)

·         Sudah 2 bulan ini beasiswa yang ditunggu belum juga keluar. Padahal kebutuhan yang lain juga terus datang silih berganti. Salahku juga memang, harusnya bisa lebih berhemat, tapi malah semakin boros. Akhirnya hutang pun jadi solusi. Ah, sedih juga rasanya. Ternyata ujian hidupku ya gini-gini aja, klasik banget. Ah, atau karena maksiat yang pernah kulakukan? Pernah baca sebuah hadis, kalo maksiat itu bisa menghalangi datangnya rejeki. Wah mungkin banyak maksiat nih L Fyuuhh.. tetap Cuma bisa bersabar. Alhamdulillah, kiriman dari ayah datang. Sebagian untuk makan dan iuran, sisanya lagi untuk membayar hutang. Dan yups, habis dalam waktu kurang dari seminggu. Keperluan hidup semisal sabun, pasta gigi, dsb benar-benar telah habis. sudah berulang kali ku sms pihak pemberi beasiswa, tapi belum juga ada tanda-tanda akan keluar. Benar-benar hanya bisa menghitung hari. Berhutang lagi pun rasanya tak mungkin. Kubuka isi dompet dan.. hanya tinggal selembar uang usang berwarna hijau. Harus bagaimana ini? ah, sudahlah, biarlah waktu yang menjawabnya. Sebuah pesan singkat masuk. Alhamdulillah, rezeki yang tak diduga-duga! Benar-benar Cukuplah Allah sebagai penolongmu. Tak perlu kau gantungkan apalagi kau sandarkan kebutuhan dan keinginanmu pada manusia yang sejatinya hanya akan membuat kecewa. Sepertinya halnya demokrasi, berharap padanya pun sejatinya hanya akan mendatangkan kekecewaan. Demokrasi yang meletakkan kedaulatan pada manusia sejatinya telah menantang Allah dengan mencoba mengambil wewenang dan hak milik Allah. Dan bagaimana pula kita bisa mempertahankan demokrasi yang mencampakkan dan mengabaikan Allah dan Rasul-Nya? Dimanakah demokrasi meletakkan otoritas Tuhan sebagai satu-satunya pembuat hukum ? Maka, sungguh sudah sepantasnya kita sadari bersama, bahwa hanya dengan meninggalkan demokrasi dan menegakkan syariah dalan bingkai khilafah adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan keberkahan dan ridho Allah yang sungguh tidak akan pernah mengecewakan. Dan hanya berpegang teguh pada kebenaran Al quran dan sunnah, serta tidak menggunakan logika-logika manusia yang lemah dan terbatas. Jalan menuju kemenangan telah ditunjukkan, meski kadang seperti khayalan. Tapi sungguh, perjuangan ini memang hanya bisa dilihat dan dirasakan dengan kacamata keimanan.
     Hari ini sungguh luar biasa. -perpus pusat ugm-. Yups, kalo bukan wifi-an apalagi?hehe. alhamdulillah, subhanallah, gak sia-sia. Banyak mendapat inspirasi. Ya salah satunya -ini-, hehe. Insya Allah, ku azzam diri ini untuk istiqomah dan senatiasa meluruskan niat karena-Nya. Semata-mata meraih Ridho-Nya. Aamiin :)

Sabtu, 05 April 2014

pemilu bukan jalan perubahan

Pemilu tinggal menghitung hari. Panas kampanye menyengat di setiap penjuru negeri. Tak hanya kader dan simpatisan partai yang sibuk, anak ingusan hingga lanjut usia pun turut bersorak meramaikan setiap kampanye yang digelar.
Dua ratus ribu caleg yang maju dalam pemilu 2014 mendatang, berasal dari beragam profesi yang berbeda, mulai dari artis, akademisi, ibu rumah tangga, pengusaha hingga kalangan ulama, bersaing untuk memperebutkan kursi yang sama. Jarang yang benar-benar berlatarbelakang politikus. Mayoritas para caleg ini memang direkrut secara instan, sekedar mengisi formulir dan bermodal sejumlah uang, mereka mencoba mengundi nasib.
Dalam pemilu demokrasi, kuantitas suara mengalahkan kualitas suara. Suara seorang professor sama nilainya dengan suara seorang tukang becak, suara seorang ulama dihitung sama dengan seorang tunasusila. Inilah ketika suara mayoritas menjadi suara Tuhan. Kesepakatan mayoritas dianggap mencerminkan kebaikan, meskipun sesuatu yang disepakati mayoritas belum tentu benar dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka tak heran jika yang dikejar oleh caleg-caleg itupun hanya sebatas popularitas demi mendapat suara mayoritas,
Beragam cara ditempuh demi meraih simpati rakyat. Ribuan kaos, bendera, sticker dan aneka atribut parpol lainnya dibagikan cuma-cuma dengan harapan dapat mendulang banyak suara. Berbagai moment dimanfaatkan untuk meningkatkan popularitas. Blusukan ke kampung-kampung, menyantuni warga miskin, membantu korban bencana, dan sederet kegiatan sosial lainnya menjadi agenda wajib para caleg menjelang pemilu.
Janji-janji perubahan pun dikumandangkan. Bujuk rayu diucap mesra tanpa bosan. Senyum manis sang caleg pun menghiasi setiap poster dan baliho yang terpampang sejauh mata memandang. Tak ada satu sudut pun yang terlewatkan kecuali kita temukan foto-foto mereka yang seolah tanpa dosa. Mereka yang semula tak pernah peduli dengan rakyat, kini tiba-tiba hadir bak seorang malaikat.

Rabu, 02 April 2014

the best ummah..


         Bertolak dari sebuah ayat yang begitu menggetarkan hati, 
“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imran: 110)

“kuntum khoiru ummah” bukanlah sebuah pujian dan predikat biasa. Terlebih lagi jika yang memuji bukan sekedar pujaan hati, namun Sang pemilik hati. siapapun pasti bangga dibuatnya.
Tapi...
Melihat realita yang kini terjadi, Apakah umat Islam sekarang adalah umat yang terbaik. kita dihadapkan pada sebuah fakta bahwa kita (umat Islam) bukanlah umat yang terbaik!
Justru apa yang terjadi hari ini?  Penindasan, kemiskinan, keterbelakangan, pembunuhan hingga pemerkosaan bahkan menjadi hal yang biasa. Lebih miris lagi melihat kondisi remaja saat ini, setiap hari kita disuguhkan berita-berita mengenai perilaku remaja yang semakin hari semakin menyimpang, mulai dari tawuran pelajar yang makin marak terjadi hingga menimbulkan korban jiwa. Pelaku pornografi dan seks bebas yang sebagian besar dilakukan oleh remaja. Belum lagi kasus aborsi dan narkoba hingga pelacuran dibawah umur yang kini kian merebak. Apakah kita akan menutup mata dari semua ini?

Selasa, 01 April 2014

ini kisahku..

Ini kisahku...
Berawal ketika aku masih duduk di bangku SMP, seperti kebanyakan anak remaja saat itu, ketika itu pun aku belum berjilbab, untuk sekedar menutup aurat saja belum. Pakaian favoritku dulu selayaknya pakaian remaja mainstream saat ini, celana dan kaos lengan pendek. Sampai suatu hari, seorang saudaraku, sebut saja namanya Om Fulan, ingin sekali agar aku berkerudung. Sampai-sampai beliau rela membelikan dua pasang seragam panjang baru untukku. Untuk menghargai pemberiannya itu aku pun mulai menutup aurat saat itu, meskipun belum secara kaffah. Aku pakai kerudung ketika pergi sekolah dan pergi agak jauh saja. Memang, niatku berkerudung saat itu belumlah benar dan mungkin hanya main-main saja. hal tersebut terus berlangsung hingga aku masuk sekolah menengah.Seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai sering mengikuti kajian-kajian Islam di sekolah. Pengetahuan Islamkun pun lambat laun bertambah. Aku mulai mengerti tentang kewajiban menutup aurat bagi seorang muslimah.