Memutus Mata Rantai Kenakalan Remaja
Belakangan ini kasus kenakalan dan kriminalitas remaja semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Kenakalan remaja saat ini bukan lagi sekedar bentuk penyimpangan perilaku namun sudah berujung pada tindak kekerasan dan kriminalitas yang membahayakan nyawa orang lain. Salah satu “kenakalan” remaja yang cukup trend saat ini adalah geng motor. Kebrutalan geng motor telah membuat tidak sedikit warga yang menjadi korban. Kasus tawuran antarpelajar juga kian mengkhawatirkan, data KPAI menunjukkan pada tahun 2012, sebanyak 17 orang meninggal dunia, 87 orang mengalami luka berat dan ringan akibat terlibat tawuran di Jabodetabek. Berdasarkan data anak yang tersebar di 16 Lapas di Indonesia, 4.622 anak saat ini mendekam di penjara.
Menurut para ahli, kenakalan dan kriminalitas remaja ini disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal antara lain kontrol diri yang lemah dan krisis identitas. Kontrol diri yang lemah terjadi karena lemahnya keimanan dan pudarnya nilai-nilai agama dalam kehidupan remaja. Agama tidak lagi dijadikan pedoman dalam bertingkah laku, standar perbuatan hanya sebatas aspek manfaat sesaat tanpa memikirkan konsekuensi di dunia apalagi di akhirat.
Sedangkan krisis identitas muncul karena remaja tidak dapat memahami jatidirinya, orientasi hidupnya dan tidak punya pandangan hidup yang jelas. Sehingga kepribadian remaja menjadi kacau bahkan rusak. Dua faktor internal tersebut tidak terlepas dari bentukan faktor eksternal. Faktor kemiskinan yang melanda sebagian besar keluarga Indonesia menyebabkan perhatian dan waktu orang tua lebih banyak terkuras mencari nafkah. Di sisi lain, orang tua tidak mendapatkan pendidikan yang memadai termasuk pendidikan agama, dan pengetahuan tentang anak dan mendidik anak. Anak juga tidak bisa mendapat akses pendidikan dan terpaksa putus sekolah. Kemudian anak menjadi pekerja informal bahkan anak jalanan yang rawan dengan kenakalan dan kriminalitas.
Sistem pendidikan hari ini juga belum mampu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berkembangnya potensi diri secara optimal seperti yang ditetapkan pemerintah sebagai tujuan nasional pendidikan. Pendidikan yang ada lebih hanya sekedar transfer pengetahuan dan berorientasi pada pendidikan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja. Semua faktor itu pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh negara dan sistem yang diterapkan oleh negara. Kemiskinan yang ada di tengah masyarakat, lebih merupakan kemiskinan struktural akibat dari penerapan sistem. Kekayaan tidak terdistribusi secara adil dan merata. Pendidikan semakin mahal dan tak terjangkau bagi rakyat miskin.
Belakangan ini kasus kenakalan dan kriminalitas remaja semakin meningkat jumlah dan kualitasnya. Kenakalan remaja saat ini bukan lagi sekedar bentuk penyimpangan perilaku namun sudah berujung pada tindak kekerasan dan kriminalitas yang membahayakan nyawa orang lain. Salah satu “kenakalan” remaja yang cukup trend saat ini adalah geng motor. Kebrutalan geng motor telah membuat tidak sedikit warga yang menjadi korban. Kasus tawuran antarpelajar juga kian mengkhawatirkan, data KPAI menunjukkan pada tahun 2012, sebanyak 17 orang meninggal dunia, 87 orang mengalami luka berat dan ringan akibat terlibat tawuran di Jabodetabek. Berdasarkan data anak yang tersebar di 16 Lapas di Indonesia, 4.622 anak saat ini mendekam di penjara.
Menurut para ahli, kenakalan dan kriminalitas remaja ini disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal antara lain kontrol diri yang lemah dan krisis identitas. Kontrol diri yang lemah terjadi karena lemahnya keimanan dan pudarnya nilai-nilai agama dalam kehidupan remaja. Agama tidak lagi dijadikan pedoman dalam bertingkah laku, standar perbuatan hanya sebatas aspek manfaat sesaat tanpa memikirkan konsekuensi di dunia apalagi di akhirat.
Sedangkan krisis identitas muncul karena remaja tidak dapat memahami jatidirinya, orientasi hidupnya dan tidak punya pandangan hidup yang jelas. Sehingga kepribadian remaja menjadi kacau bahkan rusak. Dua faktor internal tersebut tidak terlepas dari bentukan faktor eksternal. Faktor kemiskinan yang melanda sebagian besar keluarga Indonesia menyebabkan perhatian dan waktu orang tua lebih banyak terkuras mencari nafkah. Di sisi lain, orang tua tidak mendapatkan pendidikan yang memadai termasuk pendidikan agama, dan pengetahuan tentang anak dan mendidik anak. Anak juga tidak bisa mendapat akses pendidikan dan terpaksa putus sekolah. Kemudian anak menjadi pekerja informal bahkan anak jalanan yang rawan dengan kenakalan dan kriminalitas.
Sistem pendidikan hari ini juga belum mampu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa serta berkembangnya potensi diri secara optimal seperti yang ditetapkan pemerintah sebagai tujuan nasional pendidikan. Pendidikan yang ada lebih hanya sekedar transfer pengetahuan dan berorientasi pada pendidikan keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja. Semua faktor itu pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh negara dan sistem yang diterapkan oleh negara. Kemiskinan yang ada di tengah masyarakat, lebih merupakan kemiskinan struktural akibat dari penerapan sistem. Kekayaan tidak terdistribusi secara adil dan merata. Pendidikan semakin mahal dan tak terjangkau bagi rakyat miskin.